Israel Evakuasi Warga Sipil Palestina di Rafah demi Segera Serang Hamas
TEL AVIV, Seputar dunia - Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan mengevakuasi warga sipil Palestina dari kota paling selatan di Gaza, Rafah, menjelang rencana serangan mereka di sana terhadap kelompok Hamas.
Berdasarkan sumber dari para pejabat Israel dan Mesir, The Wall Street Journal melaporkan bahwa Israel berencana melakukan operasi pada dua hingga tiga minggu pertama untuk melakukan evakuasi warga sipil, berkoordinasi dengan Amerika Serikat (AS), Mesir, dan negara-negara Arab lainnya.
Evakuasi tersebut dilaporkan akan melibatkan pemindahan warga sipil ke kota terdekat di Khan Younis, di mana Israel akan mendirikan tempat berlindung dengan tenda, makanan, dan fasilitas medis.
Setelah evakuasi selesai, IDF akan secara bertahap memindahkan pasukan ke Rafah dan menargetkan daerah-daerah yang diyakini menjadi tempat persembunyian pemimpin dan agen Hamas.
Menurut Israel, Rafah merupakan lokasi empat batalion Hamas berada yang menjadi benteng besar terakhir mereka di Jalur Gaza setelah IDF telah berhasil melakukan operasi di utara dan tengah wilayah kantong Palestina.
Mereka juga meyakini bahwa banyak dari 129 sandera yang ditahan berada di Rafah.
Para pejabat Mesir mengatakan pertempuran di Rafah diperkirakan akan berlangsung setidaknya enam minggu, meski waktu operasinya masih belum pasti.
Seorang pejabat keamanan Israel yang dikutip dalam laporan tersebut mengatakan IDF akan “memiliki rencana operasional yang sangat ketat karena sangat kompleks di sana.”
“Ada respons kemanusiaan yang terjadi pada saat yang sama,” tambah pejabat tersebut dikutip dari Times of Israel.
Laporan ini muncul ketika juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, “Kami tidak ingin melihat warga Palestina dievakuasi dari Rafah kecuali mereka ingin kembali ke rumah mereka.”
Pemerintahan Biden pun telah berulang kali menyatakan penolakannya terhadap invasi massal IDF ke Rafah, meskipun pernyataan Departemen Luar Negeri ini tampaknya merupakan hal baru.
“Kami rasa tidak ada cara efektif untuk mengevakuasi 1,4 juta warga Palestina. Tidak ada cara untuk melakukan operasi di Rafah yang tidak akan menimbulkan kerugian besar bagi warga sipil dan sangat menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan,” kata Miller.
Namun di sisi lain, para pejabat AS juga mengindikasikan bahwa mereka mengizinkan IDF menyerang Rafah jika Israel berhasil mengevakuasi warga sipil di sana dengan aman dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan mereka.
Dalam komentar terbarunya, Miller turut menolak anggapan adanya kemungkinan bahwa AS mendukung invasi besar-besaran di Rafah.
“Kami ingin melihat orang-orang dapat meninggalkan Rafah untuk kembali ke rumah mereka – jika memang ada – dan ke lingkungan mereka serta mulai membangun kembali rumah mereka. Kami ingin melihat masyarakat Palestina di Gaza mulai memulai kembali kehidupan mereka dan membangun kembali kehidupan mereka dan pada akhirnya mengakhiri konflik ini,” ucapnya.
Washington masih berpendapat bahwa serangan militer besar-besaran di Rafah akan membahayakan warga Palestina yang berlindung di sana, mendatangkan malapetaka di pusat kemanusiaan utama Gaza yang terletak di Gaza selatan, dan semakin mengisolasi Israel secara internasional tanpa benar-benar meningkatkan keamanannya.
Sebaliknya, mereka malah mendorong Israel untuk melakukan operasi yang lebih tepat sasaran terhadap para pemimpin Hamas di Rafah sambil berkoordinasi dengan Kairo untuk mengamankan perbatasan Mesir-Gaza, menciptakan tembok bawah tanah untuk mencegah penyelundupan senjata dan membendung elemen teror yang tersisa di wilayah tersebut.
Namun Israel menolak usulan itu karena mereka berpendapat tidak bisad mengalahkan Hamas tanpa melancarkan serangan besar-besaran di Rafah untuk membubarkan sisa batalion kelompok tersebut.
Israel memastikan bahwa mereka hanya akan melancarkan invasi setelah mengevakuasi warga sipil di kota tersebut dan memastikan bahwa mereka akan dapat terus menerima bantuan kemanusiaan setelah relokasi dan berkoordinasi dengan Mesir, yang berbatasan dengan Rafah.
Pekan lalu, para pejabat Israel dan AS mengadakan pertemuan virtual kedua mengenai potensi operasi IDF di Rafah, yang berakhir dengan AS masih belum yakin dengan rencana Israel untuk mengevakuasi warga Palestina dan memastikan mereka menerima bantuan kemanusiaan.
Komentar
Posting Komentar