Pendukung Palestina Diserang, Mahasiswa Kampus Ternama AS Tawuran
Jakarta, Seputar dunia - Bentrokan terjadi di kampus University of California Los Angeles (UCLA) antara pendemo pro Palestina dan Pro Israel beberapa waktu lalu. Kejadian ini membuat pihak kepolisian sampai turun tangan untuk mendinginkan suasana.
Reuters melaporkan pendemo Pro Israel merobohkan area tenda milik pendukung Palestina. Laporan KABC berdasarkan rekamannya menunjukkan sejumlah orang menyerang barikade menggunakan tongkat atau tiang, plakat hingga payung.
Pihak kepolisian berada di lokasi setelah kejadian tersebut. Menurut mereka, kedatangannya karena adanya sejumlah tindakan kekerasan di kampus.
Selain itu, kepolisian juga mengatakan tugasnya untuk memulihkan ketertiban dan menjaga keselamatan publik.
Anggota Dewan Los Angeles Katy Yaroslavsky juga ikut berkomentar soal suasana di UCLA. Sebagai informasi, kampus elit itu masuk dalam wilayah yang dinaunginya.
Dia mengatakan suasana di UCLA tidak lagi terkendali dan tidak aman. "Setiap orang memiliki hak untuk berbicara dan protes, namun situasi di UCLA tidak terkendali dan tidak lagi aman," ucapnya, dikutip dari Reuters, Rabu (1/5/2024).
Perang Israel dan Palestina telah memicu gelombang protes di sejumlah negara. Begitu juga oleh banyak mahasiswa di sejumlah kampus Amerika Serikat (AS).
Polisi ikut turun dalam sejumlah demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa. Mereka bertugas untuk memadamkan atau membersihkan demo tersebut.
Protes itu juga memiliki nuansa politik. AS diketahui akan menggelar pemilu pemilihan presiden bulan November mendatang.
Sebelumnya, Partai Republik telah melancarkan tuduhan pada sejumlah administrator kampus. Menurut mereka, administrator kampus telah menutup mata untuk retorika dan pelecehan antisemit.
Rusuh di Columbia di Harvard
Gelombang unjuk rasa di kampus-kampus Amerika Serikat (AS) masih terus memuncak. Mereka terus menuntut agar Israel menghentikan serangannya ke Gaza, Palestina, dan menekan Washington agar berhenti menyokong Tel Aviv dalam serangan-serangan itu.
Hal ini mulai mengundang reaksi tegas dari pihak kampus. Setelah sebelumnya lembaga akademik memanggil polisi untuk mengambil tindakan tegas, kali ini kampus mulai mengancam para siswanya dengan ancaman drop out (DO).
"Gangguan di kampus telah menciptakan lingkungan yang mengancam bagi banyak mahasiswa dan dosen Yahudi kami dan gangguan bising yang mengganggu pengajaran, pembelajaran, dan persiapan ujian akhir," kata universitas tersebut dalam sebuah pernyataan dikutip Reuters, dikutip Rabu (1/5/2024).
Pengumuman ini sendiri disampaikan saat mahasiswa mengambil alih sebuah gedung di Columbia University pada Selasa pagi. Mereka menutup pintu masuk dan mengibarkan bendera Palestina di luar jendela.
Rekaman video menunjukkan para pengunjuk rasa di kampus Columbia di Manhattan bergandengan tangan di depan salah satu gedung legendaris di universitas itu, Hamilton Hall. Mereka membawa perabotan serta barikade logam ke gedung tersebut.
Mereka juga nampak berkeliaran di luar pintu barikade, bertepuk tangan. Yel-yel seperti "Rakyat bersatu tidak akan pernah dikalahkan" dan "Bebaskan Palestina!" juga diteriakkan.
Postingan di halaman Instagram penyelenggara protes mengajak masyarakat untuk melindungi perkemahan dan bergabung dengan mereka di Hamilton Hall. Di postingan X, para pengunjuk rasa mengatakan mereka berencana untuk tetap berada di aula sampai universitas menyetujui tiga tuntutan yakni divestasi, transparansi keuangan, dan amnesti.
"Sebuah kelompok otonom merebut kembali Hind's Hall, yang sebelumnya dikenal sebagai 'Hamilton Hall', untuk menghormati Hind Rajab, seorang martir yang dibunuh di tangan negara Israel pada usia enam tahun," tulis akun organisasi pengunjuk rasa, CU Apartheid Divest (CUAD), dikutip Associated Press (AP).
Juru bicara Gedung Putih John Kirby pada hari Selasa mengecam bentuk protes mahasiswa yang menurutnya tidak damai ini. Ia menyebut pendudukan gedung kampus sebagai "pendekatan yang salah".
1.000 Orang Ditangkap
Serangan pada 7 Oktober di Israel selatan oleh militan Hamas dari Gaza, dan serangan Israel berikutnya di daerah kantong Palestina, telah memicu gelombang aktivisme mahasiswa terbesar sejak protes anti-rasisme pada tahun 2020. Para pengunjuk rasa berargumen mengenai serangan Israel dan meningkatnya jumlah korban tewas akibat serbuan Tel Aviv ke Gaza.
Di sisi lain, jumlah penangkapan di kampus-kampus di seluruh negeri akibat aksi demonstrasi ini mendekati 1.000 orang. Perlu diketahui mahasiswa berdemo hampir di seluruh universitas elit AS.
Di Universitas Texas di Austin, seorang pengacara mengatakan setidaknya 40 demonstran ditangkap pada hari Senin. Konfrontasi tersebut merupakan peningkatan di kampus yang mempunyai 53.000 mahasiswa di ibu kota negara bagian tersebut, di mana lebih dari 50 pengunjuk rasa juga ditangkap pekan lalu.
Senin malam, puluhan petugas anti huru hara di Universitas Utah berusaha membubarkan perkemahan di luar kantor rektor universitas yang didirikan pada sore hari. Polisi menyeret tangan dan kaki para pelajar, mematahkan tiang-tiang yang menahan tenda dan mengikat mereka yang menolak untuk membubarkan diri.
Atas aksi itu, polisi menangkap 17 demonstran. Universitas Utah mengatakan bahwa berkemah semalaman di properti sekolah merupakan tindakan yang melanggar aturan dan para siswa diberi beberapa peringatan untuk membubarkan diri sebelum polisi dipanggil.
Di Universitas Southern California (USC), penyelenggara perkemahan besar duduk bersama Rektor universitas Carol Folt selama sekitar 90 menit pada hari Senin. Folt menolak untuk membahas rincian dialog tetapi mengatakan dia mendengar kekhawatiran para pengunjuk rasa dan pembicaraan akan dilanjutkan pada hari Selasa.
Di Harvard, pengunjuk rasa mendirikan kamp dengan 14 tenda pada hari Rabu pekan lalu. Ini terjadi setelah unjuk rasa menentang penangguhan Komite Solidaritas Palestina Sarjana Harvard di universitas tersebut.
Akibatnya, Harvard mengunci sebagian besar gerbang di Harvard Yard. Kampus itu juga membatasi akses bagi mereka yang tidak memiliki identitas kesiswaan yang jelas.
Komentar
Posting Komentar