Lawan Dominasi China, NATO Mulai "Menggurita" di Asia
Jakarta, Seputar dunia - Memasuki tahun ketiga perang di Ukraina, aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bersiap memperdalam hubungan dengan empat mitra Indo-Pasifiknya. Meski bukan bagian dari aliansi militer, penguatan hubungan tersebut dilakukan akibat China memiliki hubungan dekat dengan Rusia.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan AS telah berupaya untuk mendobrak batasan antara aliansi Eropa, koalisi Asia, dan mitra lain di seluruh dunia.
"Itu bagian dari lanskap baru, geometri baru yang telah kami terapkan," katanya di Brookings Institution pekan lalu, seperti dikutip dari Associated Press, Rabu (10/8/2024).
"Makin banyak mitra di Eropa yang melihat tantangan di belahan dunia lain di Asia sebagai hal yang relevan bagi mereka, sama seperti mitra di Asia yang melihat tantangan di belahan dunia lain di Eropa sebagai hal yang relevan bagi mereka," tambahnya.
Negara-negara dengan masalah keamanan bersama memperkuat hubungan karena persaingan meningkat antara AS dan China. Washington berusaha mengekang ambisi Beijing untuk menantang tatanan dunia yang dipimpin AS, yang oleh pemerintah Beijing dianggap sebagai mentalitas Perang Dingin untuk menahan kebangkitan negaranya.
Pada Senin, Beijing menanggapi dengan marah laporan yang belum dikonfirmasi bahwa NATO dan keempat mitra Indo-Pasifiknya diharapkan merilis dokumen yang memaparkan hubungan dan kemampuan mereka untuk menanggapi bersama ancaman dari serangan siber dan disinformasi.
"NATO melanggar batasnya, memperluas mandatnya, melampaui zona pertahanannya, dan memicu konfrontasi," tuduh Lin Jian, juru bicara kementerian luar negeri China.
Perang di Ukraina, yang telah mengadu domba Barat dengan Rusia dan sekutu-sekutunya, telah memperkuat argumen untuk kerja sama yang lebih erat antara AS, Eropa, dan sekutu-sekutu mereka di Asia.
AS dan Korea Selatan menuduh Pyongyang memasok amunisi kepada Rusia, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi Korea Utara bulan lalu dan menandatangani pakta dengan pemimpin Kim Jong Un terkait bantuan militer bersama.
Sementara itu, Korea Selatan dan Jepang mengirimkan perlengkapan dan bantuan militer ke Ukraina. AS juga mengatakan bahwa China menyediakan peralatan mesin, mikroelektronika, dan teknologi lain kepada Rusia yang memungkinkannya membuat senjata untuk digunakan melawan Ukraina.
Pandangan Analis
Mirna Galic, analis kebijakan senior mengenai China dan Asia Timur di Institut Perdamaian AS menyebut kemitraan tersebut tidak menjadikan NATO sebagai pemain langsung di Indo-Pasifik tetapi memungkinkannya untuk berkoordinasi dengan keempat mitra tersebut mengenai isu-isu yang menjadi perhatian bersama.
Dalam sebuah analisis, Galic menulis mereka dapat berbagi informasi dan menyelaraskan tindakan seperti sanksi dan pengiriman bantuan tetapi tidak melakukan intervensi dalam krisis militer di luar wilayah mereka sendiri.
KTT NATO akan memungkinkan AS dan sekutu-sekutunya di Eropa dan Indo-Pasifik untuk melawan China, Rusia, Korea Utara, dan Iran. Hal ini disampaikan Luis Simon, direktur Pusat Diplomasi dan Strategi Keamanan di Vrije Universiteit Brussel.
"Fakta bahwa aliansi Euro-Atlantik dan Indo-Pasifik terstruktur di sekitar jangkar yang jelas - kekuatan militer AS - membuat mereka lebih kohesif dan memberi mereka keunggulan strategis dibandingkan dengan jenis kemitraan yang saling terkait yang mengikat China, Rusia, Iran, dan Korea Utara," tulis Simon dalam sebuah komentar minggu lalu di War On the Rocks, sebuah situs web pertahanan dan urusan luar negeri.
Sementara Zhu Feng, dekan Sekolah Studi Internasional di Universitas Nanjing di China timur, menyebut Beijing khawatir dengan poros NATO ke timur. Beijing bersikeras bahwa NATO tidak ikut campur dalam urusan keamanan di Indo-Pasifik dan bahwa mereka harus mengubah pandangannya tentang China sebagai musuh strategis.
"NATO harus menganggap Tiongkok sebagai kekuatan positif bagi perdamaian dan stabilitas regional dan bagi keamanan global," kata Zhu. "Kami juga berharap perang Ukraina dapat berakhir sesegera mungkin ... dan kami telah menolak untuk kembali ke hubungan segitiga dengan Rusia dan Korea Utara."
"Di dunia yang tidak stabil dan rapuh saat ini, Eropa, AS, dan China harus memperkuat kerja sama global dan regional," kata Zhu.
Komentar
Posting Komentar